Sebelumnya, jangan lupa siapin tisu sebelum baca cerpen
ini..
Siang itu, angin begitu kencang menusuk kedalam tulang rusukku. hujan yang sangat deras terus membasahi seluruh tubuhku, namun aku tidak mempedulikan itu semua. Aku tidak peduli berapa lama aku akan seperti ini. Aku hanya terpaku di depan sebuah tumpukan tanah, yang terdapat taburan bunga, serta adanya batu nisan yang bertuliskan sebuah nama. Dan ternyata itu adalah nama sahabat lama ku,yang sejak 6 tahun lalu aku tidak pernah tau kabarnya.
Dina adalah sahabat
lama ku waktu kecil. Dulu kami sering bermain bersama. Orang tua dina pun
bersahabat dengan orang tuaku. Aku menganggap dina sudah seperti kakakku
sendiri. Saat aku sedih dia selalu bias menghiburku dan membuatku tertawa. Dan aku
pun sebaliknya. Setiap aku pergi, dina selalu turut pergi bersamaku. Kami selalu
menjaga satu sama lain. Dan kebetulan rumahku tidak terlalu jauh dari rumah dina.
Saat masih di bangku sekolah dasar, aku selalu berangkat sekolah bersama dina.
Meskipun kami tidak sekolah di sekolah yang sama.
Saat masuk SMP, dina tidak tinggal lagi di Jakarta, karena orang tuanya di pindah tugaskan ke Bandung. Maka, dia pun harus bersekolah di bandung. Rasa sedih kurasakan saat aku harus berpisah dengan dina. Air mataku tidak bisa berhenti menetes saat aku memeluk tubuh sahabatku itu. Dina meyakinkan aku bahwa dia akan terus mengabari aku. Dan dia juga meyakinkan aku bahwa persahabatan kita tidak akan berakhir sejauh apapun kita tinggal. Aku pun merelakan dina untuk berangkat ke Bandung. Perlahan,mobil yang dinaiki dina dan keluarganya pun beranjak pergi dari halaman rumahku. Lambaian tangan dina pun semakin lama semakin jauh,jauh,jauh dan perlahan-lahan mulai menghilang.
Tiga bulan telah berlalu semenjak dina pergi. Hari-hariku tidak seceria dulu. Aku memang mempunyai teman-teman baru di sekolah dan rumahku. Tapi, mereka semua tidak ada yang bisa seperti dina. Aku sungguh merindukan sahabat kecilku. Ingin rasanya aku ke Bandung untuk menemui dina. Tapi, dina selalu melarangaku untuk menemuinya. Dia selalu berkata.
Saat masuk SMP, dina tidak tinggal lagi di Jakarta, karena orang tuanya di pindah tugaskan ke Bandung. Maka, dia pun harus bersekolah di bandung. Rasa sedih kurasakan saat aku harus berpisah dengan dina. Air mataku tidak bisa berhenti menetes saat aku memeluk tubuh sahabatku itu. Dina meyakinkan aku bahwa dia akan terus mengabari aku. Dan dia juga meyakinkan aku bahwa persahabatan kita tidak akan berakhir sejauh apapun kita tinggal. Aku pun merelakan dina untuk berangkat ke Bandung. Perlahan,mobil yang dinaiki dina dan keluarganya pun beranjak pergi dari halaman rumahku. Lambaian tangan dina pun semakin lama semakin jauh,jauh,jauh dan perlahan-lahan mulai menghilang.
Tiga bulan telah berlalu semenjak dina pergi. Hari-hariku tidak seceria dulu. Aku memang mempunyai teman-teman baru di sekolah dan rumahku. Tapi, mereka semua tidak ada yang bisa seperti dina. Aku sungguh merindukan sahabat kecilku. Ingin rasanya aku ke Bandung untuk menemui dina. Tapi, dina selalu melarangaku untuk menemuinya. Dia selalu berkata.
”Aku mohon jangan temui
aku dulu. Aku ingin menguji persahabatan kita. Jadi tunggulah sampai kita lulus
SMP. Setelah itu aku janji akan menemuimu di tempat kita sering bermain sewaktu
kecil.” Ujar dina
Ia memang tidak pernah
lupa untuk mengabari aku tentang keadaannya disana. Setiap hari dia selalu sms dan
menelpon aku. Aku sangat bahagia bila menerima sms atau telpon darinya.
Hari-hari terus berlalu. Tidak terasa waktu begitu cepat bergulir. Tiga tahun sudah aku menjadi siswi SMP. Dan tiga tahun sudah persahabatanku dan dina diuji. Dan selama tiga tahun itu juga aku menjalin hubungan dengan seorang pria yang bernama Dimas yang sangat aku sayangi. Dimaslah yang selalu menemani aku dikala aku kesepian. Dan disaat aku sedang merindukan dina. Dimas selalu meyakinkan aku bahwa aku akan bertemu dengan sahabatku itu. Aku sangat bahagia, karena lusa aku akan pergi ke Bandung untuk menemui sahabat kecilku. Aku pun telah mempersiapkan sebuah kado yang sangat spesial untuk sahabatku. Karena kita berjanji akan saling tukar-menukar kado saat kita bertemu.
Lusa telah tiba. 26 Desember, itulah tanggal yang aku lingkari di kalender yang ada di sebelah meja belajarku. Tanggal itu adalah tanggal kesepakatan aku untuk bertemu dina. Pagi ini aku segera beranjak bangundari tempat tidur. Lalu sesegera mungkin aku mandi dan bersiap-siap karena jam 08.00 aku akan pergi ke Bandung bersama dimas. Jam telah menunjukan pukul 07.30,aku bergegas turun ke ruang tamu untuk menunggu Dimas dan berpamitan dengan orang tuaku. Selama aku menunggu Dimas, aku berusaha untuk menelpon Dina. Tapi, aku tidak mengerti mengapa selama 3 hari ini handphone dina tidak pernah bias kuhubungi. Tapi, aku tidak mau sedih. Karena, aku yakin hari ini aku akan bertemu dengan dina.
Saat aku sedang berusaha menelpon dina, aku mendengar suara motor dimas. Dan ternyata, dimas telah berada di depan rumahku. Aku pun segera keluar untuk menemui Dimas dan orang tuaku juga turut keluar bersamaku. Tapi ada satu hal yang membuatku bingung, saat aku ingin berpamitan dengan orang tuaku, orang tuaku berkata :
”Nak, apapun yang akan kamu lihat disana, kamu harus bisa menerimanya. Kamu harus yakin ini semua sudah jalannya”.
Aku sungguh tidak mengerti apa maksud dari perkataan orang tuaku. Tapi, aku tidak membahas itu. Karena, yang ada dalam pikiranku sekarang hanya ingin bertemu dina sahabatku.
Jam menunjukkan pukul 11 siang. Akhirnya, aku sampai di kota Bandung. Dan beberapa
kilometer lagi aku akan sampai di rumah Dina. Betapa terkejutnya aku karena saat
aku sampai di depan rumah dina, aku melihat banyak orang-orang di rumahnya dan ada
beberapa bendera berwarna kuning di depan rumahnya,aku segera berlari masuk ke dalam
rumah dina.
Aku tidak bias menahan air mataku yang terus menetes saat aku melihat sebuah tubuh terbaring kaku dengan ditutup kain putih dan dikelilingi orang banyak sambil membaca ayat-ayat al-quran. Dan ternyata, itu adalah tubuh dina, sahabatku. Aku terus menangis. Menangis dan menangis karena aku tidak percaya Dina akan pergi.
Orang tua dina berusaha untuk membuatku tenang. Dan mereka menceritakan semua kepadaku. Ternyata, sejak umur 5 tahun dina menderita penyakit kanker darah. Tapi, dia tidak pernah mau menceritakan itu semua kepadaku. Karena, dia tidak mau masa kanak-kanaknya dihiasi dengan kesedihan. Dia selalu menutupi rasa sakitnya dengan canda tawanya. Dan ternyata, dina pindah ke Bandung bukan karena orang tuanya di pindahtugaskan.Tapi, karena dina tidak mau aku sedih bila tau kenyataan yang sebenarnya. Dina tidak mau membuat masa kecilku tidak bahagia. Maka, dina selalu menutupi semuanya dariku. Air mataku semakin deras mengalir saat aku mendengar semua pernyataan orang tua dina. Dimas yang ikut mendampingiku berusaha menenangkan aku. Dan aku baru tahu ternyata orang tuaku telah terlebih dahulu mengetahui semuanya. Tapi, atas permohonan dina mereka juga menutupinya dariku.
Sungguh aku sangat kecewa. Kenapa semua orang tega membohongi aku. Kenapa semuanya harus dirahasiakan dariku. Apa aku tidak boleh merasakan apa yang sahabat kurasakan?. Orang tua dina berusaha untuk membuatku mengerti kenapa mereka melakukan ini. Dimas pun turut menenangkanku. Akhirnya, aku berusaha untuk bias menerima penjelasan mereka.
Setelah orang tua dina menjelaskan semua, mereka memberikan aku sebuah surat yang ditinggalkan dina untukku yang bertuliskan tinta biru..
Aku tidak bias menahan air mataku yang terus menetes saat aku melihat sebuah tubuh terbaring kaku dengan ditutup kain putih dan dikelilingi orang banyak sambil membaca ayat-ayat al-quran. Dan ternyata, itu adalah tubuh dina, sahabatku. Aku terus menangis. Menangis dan menangis karena aku tidak percaya Dina akan pergi.
Orang tua dina berusaha untuk membuatku tenang. Dan mereka menceritakan semua kepadaku. Ternyata, sejak umur 5 tahun dina menderita penyakit kanker darah. Tapi, dia tidak pernah mau menceritakan itu semua kepadaku. Karena, dia tidak mau masa kanak-kanaknya dihiasi dengan kesedihan. Dia selalu menutupi rasa sakitnya dengan canda tawanya. Dan ternyata, dina pindah ke Bandung bukan karena orang tuanya di pindahtugaskan.Tapi, karena dina tidak mau aku sedih bila tau kenyataan yang sebenarnya. Dina tidak mau membuat masa kecilku tidak bahagia. Maka, dina selalu menutupi semuanya dariku. Air mataku semakin deras mengalir saat aku mendengar semua pernyataan orang tua dina. Dimas yang ikut mendampingiku berusaha menenangkan aku. Dan aku baru tahu ternyata orang tuaku telah terlebih dahulu mengetahui semuanya. Tapi, atas permohonan dina mereka juga menutupinya dariku.
Sungguh aku sangat kecewa. Kenapa semua orang tega membohongi aku. Kenapa semuanya harus dirahasiakan dariku. Apa aku tidak boleh merasakan apa yang sahabat kurasakan?. Orang tua dina berusaha untuk membuatku mengerti kenapa mereka melakukan ini. Dimas pun turut menenangkanku. Akhirnya, aku berusaha untuk bias menerima penjelasan mereka.
Setelah orang tua dina menjelaskan semua, mereka memberikan aku sebuah surat yang ditinggalkan dina untukku yang bertuliskan tinta biru..
“Untuk sahabatku,
maafkan aku jika saat kau membaca surat ini, aku tidak bisa ada di dekat mu lagi… sungguh aku tidak pernah berniat untuk membohongimu. Aku hanya ingin masa kecil kita diwarnai dengan kebahagiaan. Bukan kesedihan. Terimakasih karena kau telah membuat masa kanak-kanakku berwarna.
Aku melakukan ini untuk menguji persahabatan kita. Dan aku ingin engkau bisa terbiasa bermain dan menghabiskan masa remajamu tanpaaku, aku sangat bahagia bisa mempunyai sahabat kecil seperti mu.
Sahabatku, aku mohon jaga orang tuaku,danjuga adik-adikku.
aku juga menitipkan sebuah boneka kayu untukmu. Tolong jaga boneka itu. Dan jadikan boneka itu pengganti diriku..
Dari Sahabatmu,
Dina ... "
maafkan aku jika saat kau membaca surat ini, aku tidak bisa ada di dekat mu lagi… sungguh aku tidak pernah berniat untuk membohongimu. Aku hanya ingin masa kecil kita diwarnai dengan kebahagiaan. Bukan kesedihan. Terimakasih karena kau telah membuat masa kanak-kanakku berwarna.
Aku melakukan ini untuk menguji persahabatan kita. Dan aku ingin engkau bisa terbiasa bermain dan menghabiskan masa remajamu tanpaaku, aku sangat bahagia bisa mempunyai sahabat kecil seperti mu.
Sahabatku, aku mohon jaga orang tuaku,danjuga adik-adikku.
aku juga menitipkan sebuah boneka kayu untukmu. Tolong jaga boneka itu. Dan jadikan boneka itu pengganti diriku..
Dari Sahabatmu,
Dina ... "
Memang,
sahabat itu seperti saudara kandung yang memiliki ‘ikatan batin’. Dan, hanya
sahabat yang tulus dalam segala hal ke kita.
Ps: Jangan lupa tisunya
dibuang ke tempat sampah