Diam-diam saya sering melakukan survey kecil-kecilan di lingkungan tempat tinggal saya. Ada dua, tiga, bahkan mungkin empat teman plus beberapa tetangga saya yang saya jadikan responden ataupun sample untuk mengetahui sampai di ujung mana perselingkuhan mereka dan bagaimana petualangannya berakhir.
Dari kelima sample yang saya perhatikan
itu hampir sembilan puluh persen siklus petualangan mereka ujung-jungnya
akan kembali pada titik keberangkatannya, yaitu anak istri pertamanya.
Sample yang saya angkat pada bagian pertama adalah teman saya, seorang
pemborong.
Berkat kerja keras serta dukungan doa
anak-istrinya, order nyaris tak ada sepinya. Namun, masa-masa
kejayaannya telah menyilaukan mata hatinya sehingga di luar pengetahuan
anak dan istrinya dia melakukan affair dengan seorang perempuan yang usianya lima belas tahun lebih muda dari dirinya.
Dari pernikahan kedua itu telah lahir
dua anak: laki-laki dan perempuan. Sementara dari pernikahan dengan
istri pertamanya dia telah dikaruniai lima anak. Jadi, untuk saat ini
dia telah memiliki tujuh anak.
Setelah menikahi selingkuhannya, kawan
saya itu kemudian melupakan dan tidak menafkahi anak dan istri
pertamanya. Bertahun-tahun dia tidak menampakkan batang hidungnya. Bagai
ditelan bumi, ia menghilang begitu saja. Anak dan istri pertamanya sama
sekali tidak mengetahui keberadaannya. Begitu pula kami,
teman-temannya. Beruntung, istri pertamanya itu seorang pegawai negeri
sehingga masih bisa menghidupi anak-anaknya dari gaji bulanan yang
diterimanya.
Beberapa tahun menjelang tanpa kabar
berita yang jelas. Sampai pada suatu hari, istri setia itu dikejutkan
oleh ketukan keras di pintu rumahnya. Dan ketika membuka pintu, seorang
lelaki tua dan lusuh tampak berdiri di hadapannya. Ya, lelaki kucel itu
adalah suaminya. Ia merangkul dan menangisi suaminya. Disuruhnya
suaminya itu mandi; disiapkan pakaian; dan diberinya makan.
Krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang
memporakporandakan perekonomian dunia rupanya berimbas pula pada usaha
teman saya. Ia bangkrut sebangkrut-bangkrutnya tanpa ampun. Istri
keduanya tidak tahan dengan perubahan drastis tersebut. Ia meninggalkan
teman saya begitu saja sekaligus menyerahkan dua anak dari hasil
pernikahannya dengan teman saya tersebut.
Mendengar ia telah kembali kepada istri
pertamanya, kami teman-temannya tentu saja marah besar. Tidakkah dia
malu dengan segala kelakuan bengkoknya itu? Kami menyarankan kepada
istri pertamanya untuk mendepaknya saja. Bukankah perempuan salehah itu
masih bisa hidup mandiri; masih bisa menghidupi anak-anaknya dengan gaji
bulanannya.
Rupanya ia tetap memegang teguh
pendiriannya. Ia menerima suaminya yang telah menelantarkannya. Bahkan,
dua anak bawaan suaminya dibiayai segala kepentingan sekolah mereka.
Kami hanya bisa mengelus dada dengan kesabaran dan ketawakalan dirinya.
Semoga Allah menjadikannya sebagai ahli syurga.
Hikmah di balik kisah pilu teman saya
itu mesti menjadi catatan bagi kita semua, utamanya bagi kalian yang
hingga saat ini masih belum bisa setia. Sejauh-jauhnya kalian
mengepakkan sayap untuk bertualang dalam dunia perselingkuhan, pada
akhirnya istri pertamalah yang kelak akan menjadi tempat perlindunganmu
yang terakhir.
Perempuan-perempuan yang kamu jamu
dengan segala kemewahan itu, masih akan menggelayut di pelukanmu
manakala kejayaan masih bersamamu. Tapi, tunggu saja masanya. Ketika
semua kemewahan itu sudah tidak bisa lagi kamu sajikan kepadanya, kamu
akan didepaknya; ditendangnya sejauh-jauhnya.
Bersyukurlah jika nasibmu masih sebaik
teman saya. Istri salehah itu masih mau menerima kehadirannya. Jika
nasibmu sebaliknya, maka azab yang mahapedih itu akan kamu rasakan
berkepanjangan.
Sadarilah, bertobatlah saat ini juga, Kawan!
0 komentar:
Posting Komentar