Kamu
yang lagi galau hari ini karena tadi malam baru saja cintamu ditolak
gebetan, jangan terus terpuruk dalam kesedihan. Kamu tidak sendiri.
Masih ada sekian juta manusia yang bernasib sama denganmu.
Saya bisa mengerti betapa pedihnya
hatimu menanggung derita ini. Setiap makan serasa menelan kayu busuk.
Setiap minum serasa menenggak tuak basi. Tidak enak memang. Mesikpun
demikian, cobalah sedikit kreatif dengan melihat derita ini dari sudut
pandang yang berbeda. Seperti halnya Salamun ketika ditolak oleh Yulia.
Ya, Salamun jatuh cinta kepada Yulia.
Teman sekelasnya sejak SMA itu menjadi teman sejurusan pula di sebuah
perguruan tinggi di Kota Bandung. Upaya Salamun untuk mendekati Yulia
bisa dikatakan intens dilakukan. Tak ada hari tanpa upaya pendekatan.
Pokoknya semua cara yang masuk akal dan dijamin seratus persen halal,
dijalani oleh Salamun.
Pada kesempatan yang sama Salamun juga
bersahabat baik dengan Syahid. Dilihat dari penampilannya, Syahid jauh
lebih parlente dan lebih ganteng dibandingkan dengan Salamun. Wah,
Salamun gak ada apa-apanya dibandingkan dia.
Kembali ke cerita Salamun. Ia
memanfaatkan setiap jengkal kesempatan untuk bisa pedekate sama Yulia.
Ketika jam kuliah kosong, Salamun tahu pasti Yulia selalu berada di
perpustakaan kampus. Maka ke tempat itulah Salamun sering berangkat. Di
sela-sela membaca buku mereka berdua sering berdiskusi mulai dari materi
perkuliahan sampai dengan trend yang sedang berlangsung pada waktu itu.
Tentu saja dengan suara berbisik agar tidak mengganggu para pengunjung
lainnya yang sedang asyik membaca buku.
Salamun makin jatuh cinta. Ia merasa
banyak hal dalam pribadi Yulia yang sangat cocok dengan dirinya. Sampai
suatu hari Salamun memutuskan berangkat ke rumah Yulia untuk
mengungkapkan isi hatinya.
Sejak sore Salamun telah mempersiapkan
diri. Dipinjamnya baju dan celana kakaknya. Harap maklum, koleksi
pakaian Salamun masuk kategori limited editon. Terbatas jumlahnya demikian pula kualitasnya sangat pas-pasan.
Singkat cerita, berangkatlah Salamun
menemui gebetannya di Jalan Kopo Bandung. Salamun menangkap ada rasa
takjub pada wajah Yulia saat menerima kehadiran dirinya. Pikir Salamun
ini pertanda baik.
Setelah mempersilakan masuk, Yulia
sejenak meninggalkan Salamun sendirian. Dan ketika kembali, Salamun
melihat betapa dandanan Yulia melebihi keelokan hari-hari yang pernah
dilewatinya. Sejenak kemudian Salamun dan Yulia mengobrol intens.
Beberapa saat kemudian, setelah mengumpulkan segenap kekutan, Salamun
pun mengungkapkan segala perasaannya kepada Yulia.
Dengan kalimat-kalimat yang tertata rapi
Yulia menyampaikan bahwa sebenarnya dirinya senang dengan Salamun
tetapi hatinya jauh lebih terpikat sama Syahid. Yulia tengah menanti
saat-saat Syahid mengungkapkan perasaannya kepada dia seperti yang
Salamun lakukan saat ini.
Betapa goncang hati salamun. Jagat yang
mengelilinginya serasa runtuh menimpa dirinya. Setelah sedikit berbasa
basi dan meminta maaf atas kelancangannya yang telah jatuh cinta
kepadanya, Salamun pun berpamitan kepada Yulia.
Jarum jam telah menunjukkan angka
sepuluh. Bulan sabit buram melayang di langit Bandung menyertai rasa
sansai yang menggelayuti perasaan Salamun malam itu. Ada rasa syahdu
yang tertangkap oleh Salamun sepanjang jalan yang membentang antara
jalan Kopo dan terminal Kebonkalapa waktu itu. Ya, malam itu Salamun
berjalan kaki menuju terminal angkutan kota sekedar untuk mengalihakan
rasa sakit di hatinya.
Saat ini salamun sudah hampir setengah
abad usianya. Ia mengenang peristiwa penolakan itu sebagai sebuah
kenangan indah semata. Cinta yang diterima dari anak dan isterinya saat
ini telah melarutkan kepedihan atas penolakan itu.
Ya, kamu yang saat ini tengah menerima
kepedihan seperti yang Salamun rasakan, jangan terus terpuruk lalu
menyia-nyiakan hidupmu. Bangkitlah. Cintamu tengah menanti nun jauh di
sana. Kepedihanmu saat ini kelak akan menjadi indah saat dikenang.
Percayalah.
0 komentar:
Posting Komentar